BELAJAR PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) JEROME BRUNER

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, Menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar bermakna dengan arti seperti diberikan di atas, merupakan satu-satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Selanjutnya dikemukakan, bahwa belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja.
Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, karena itu dalam bukunya The Relevance of Education (1971), ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi.
Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dari bidang studi itu. Bila seseorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan ia akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu, dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.
Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu sedemikian sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara siingkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubugkan.
Bruner mengemukakan, bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah
1) memperoleh informasi baru,
2) transformasi informasi,
3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruuner, 1973)

2.2     MENERAPKAN BELAJAR PENEMUAN

1.      Metode dan Tujuan

Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan.

Kalau kita mengajarkan sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan  suatu produk.

Implikasi ungkapan Bruner yaitu tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu. Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, peranan guru dalam proses belajar mengajar ialah dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki,secara perorangan atau suatu tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan/atau siswa-siswa lain untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa-siswa bersama. Dengan demikian jelas, peranan guru lain sekali bila dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metode ceramah. Dalam belajar penemuan ini guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar.

2.      Peranan Guru

Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut:
1)      Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiuki oleh para siswa.
2)      Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar para siswa untuk memecahkann masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang akttif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan.

Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu.
3)      Selain hal-hal tersebut diatas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara-cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-cara penyajian ini telah diberikan dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.
4)      Bila siswa memecahkan masalah dilaboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara sedemikian rupa sehingga siswa tidak tetap tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.
5)      Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dari belajar penemuan. Seperti kita ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esai.
2.3     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
     
     ➬   Kelebihan:
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.
 Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.
Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

    ➬    Kekurangan:
Belajar penemuan membutuhkan waktu persiapan dan belajar yang lebih lama dengan belajar menerima, kelas tidak terlalu besar agar siswa mendapat perhatian guru, dan belajar penemuan tidak menjangkau seluruh materi yang dianjurkan oleh kurikulum.

No comments:

Post a Comment