Sebelumnya telah diketahui ada
tiga bentuk teori pembelajaran yaitu teori behaviorisme, teori kognitivisme dan
teori konstruktivisme. Dalam penerapannya seringkali digunakan hanya satu dari
ketiga teori pembelajaran tersebut. Dunia pendidikan sebelumnya kebanyakan
menggunakan teori behaviorisme, dimana teori ini bergantung pada stimulus yang
diberikan oleh pengajar. Yang mana telah
dikatakan sebelumnya bahwa pengetahuan siswa harus sama dengan pengetahuan
pengajarnya. Dalam hal ini pengajar lebih aktif dalam memberikan pengetahuannya
tanpa melibatkan siswanya untuk mencari tahu hal tersebut. Para siswa lebih
pasif dalam menghadapi pelajaran, tak ada motivasi yang mendorong para siswa
untuk bersikap lebih aktif dalam artian para siswa hanya bertugas sebagai
penerima.
Secara umum teori behaviorisme
menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran akan mempengaruhi segala perbuatan
atau tingkah laku pelajar. Dalam pelaksanaannya pun harus dilakukan sesuai
dengan aturan-aturan yang berlaku. Mengingat banyaknya aturan-aturan yang
diterapkan dalam dunia pendidikan masa kini. Aturan-aturan tersebut digunakan
sebagai alat kontrol bagi peserta didik. Tetapi dalam penerapannya teori ini
seakan-akan memberi kesan penekanan mental bagi para siswa, sehingga dapat
mematikan kreatifitas para siswa untuk berkreasi. Tidak menutup kemungkinan
siswa-siswa yang dihasilkan merupakan siswa-siswa yang tidak mampu berkreasi
dan sulit untuk mengembangkan diri dalam lingkungannya karena basic dari pengajaran
tersebut memang sudah diajarkan untuk pasif dalam menghadapi segala sesuatu.
Teori ini kurang efisien apabila diterapkan dalam segala bidang pengajaran.
Teori kognitivisme seringkali
dikaitkan dengan teori konstruktivisme. Kedua teori ini sama-sama mengajarkan
siswa untuk lebih kreatif. Namun perbedaannya teori kognitivisme kreatif
berpikir berdasarkan jenjang-jenjang tertentu sedangkan teori konstruktivisme
kreatif dalam menganalisa pengetahuan yang baru diterima untuk kemudian
disimpan dalam memori otak. Kedua teori ini sering digunakan pula oleh beberapa
pengajar. Teori kognitivisme selalu diaplikasikan secara terorganisasi. Ada
tahapan-tahapan khusus yang menjadi sistem dalam melaksanakan teori tersebut.
Dalam hal ini pengajar akan mengajar sesuai dengan kemampuan daya tangkap
siswa. Pengajar mampu mempelajari dan mengkondisikan keadaan siswa. Dalam
pembelajaran siswa dipacu untuk berpikir kreatif, dimana para siswa dapat
mengaitkan hal-hal yang telah diajarkan dengan hal-hal yang berada di
lingkungan sekitarnya. Contohnya saja, para siswa melakukan
eksperimen-eksperimen tentang materi yang diajarkan sehingga para siswa mampu
menemukan hasil dan kebenaran dari materi yang telah diajarkan tersebut. Dengan
dipacunya rasa keingintahuan siswa maka hal ini akan merangsang pola-pola pikir
kreatif dari para siswa untuk lebih mengembangkan pengetahuan mereka.
Secara umum teori ini memiliki
cara pandang bahwa pembelajaran lebih menitikberatkan pada proses pembangunan
ingatan, pengolahan informasi, emosi dan aspek lain yang bersifat intelektual. Teori
kognitivisme ini sangat efisien apabila diterapkan dalam berbagai bidang
pengajaran, karena dengan diterapkannya teori ini maka akan memungkinkan siswa
mampu memecahkan sendiri masalah-masalah yang ada dalam proses belajar
mengajar. Dengan teori ini pula akan memungkinkan dihasilkannya siswa-siswa
yang kreatif dan cerdas dalam mengatasi segala hal yang terjadi.
Sama halnya dengan teori
kognitivisme, teori konstruktivisme pun menuntut siswa untuk berpikir kreatif.
Dalam teori ini, pengajar lebih memotivasi siswa-siswanya dalam belajar. Pembelajaran
yang diberikan mampu membangun pengetahuan siswa, dimana proses pembelajarannya
akan mengaitkan materi ajar dengan pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi
sebelumnya (asimilasi) atau dengan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar siswa.
Dengan sistem pengajaran tersebut, maka siswa mampu menemukan pengatahuan baru
dari pengalaman-pengalaman tersebut sehingga para siswa dapat dengan mudah
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran. Sebagai contoh,
dalam mempelajari materi himpunan pada pelajaran matematika, pengajar mengambil
contoh yang merupakan himpunan pula yang ada di lingkungan sekitar siswa,
misalnya himpunan gula-gula atau himpunan hewan berkaki empat. Dengan
diambilnya contoh-contoh seperti itu, maka para siswa akan lebih mudah dalam
menemukan contoh-contoh lain dalam lingkungannya sehingga para siswa mampu
memahami dengan sendirinya tentang materi tersebut, serta akan lebih mudah
mengingatnya. Dalam teori ini menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa
dalam proses belajar mengajar, tidak seperti yang sebelumnya yang meletakkan
tanggung jawab belajar pada guru. Para siswa dipacu untuk lebih kreatif dan
aktif dalam belajar. Teori belajar ini sangat efisien apabila diterapkan dalam
berbagai bidang pengajaran.
Dari pengalaman sebelumnya,
para pengajar sekarang ini kebanyakan menggunakan teori belajar kognitivisme
dan konstruktivisme. Yang mana para pengajar lebih sering mengaitkan
masalah-masalah yang ada dalam materi ajar dengan hal-hal yang ada di
lingkungan sekitar. Sering pula diadakan eksperimen-eksperimen terhadap suatu
materi sehingga kami sebagai siswa mampu membuktikan secara langsung kebenaran
dari materi tersebut. Kami pun dibuat terpacu untuk mencaritahu masalah-masalah
apa yang ada di lingkungan sekitar yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
Ada banyak kelebihan dan
kemudahan-kemudahan yang dirasakan siswa dari penerapan teori pembelajaran ini, beberapa diantaranya
adalah :
1. Siswa
mampu memahami lebih dalam materi yang diajarkan tersebut.
2. Siswa
dapat lebih kreatif dalam mengembangkan pola pikir kritisnya.
3. Membangun
semangat siswa dalam mempelajari materi tersebut (dengan kata lain tidak
membuat para siswa jenuh).
4. Siswa
mampu mengaitkan masalah yang satu dengan masalah yang lain guna menemukan
solusi yang tepat dari suatu masalah.
Namun ada pula
kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam proses pembelajaran ini. Misalnya
terhambatnya eksperimen akibat tidak lengkapnya fasilitas-fasilitas yang
disediakan. Tetapi dengan adanya daya pikir kreatif, maka kami mampu untuk
menutupi kekurangan tersebut dengan bereksperimen menggunakan metode yang lebih
sederhana namun akan mencapai tujuan yang sama.
Standar kompetensi yang telah diterapkan sekarang ini pun
merupakan salah satu kompetensi yang menggunakan teori kognitivisme dan teori
konstruktivisme. Yang mana para siswa yang dituntut untuk lebih berperan aktif
dibandingkan oleh guru-gurunya. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai
motivator bagi siswa-siswanya. Menurut saya, dalam pembelajaran apa pun kedua
teori ini sangat efisien untuk diterapkan. Dengan menerapkan metode eksperimen
dan observasi masalah, hal ini akan menciptakan siswa-siswa keluaran yang kreatif
yang mampu mengembangkan diri dan pengetahuannya di lingkungannya yang baru
nanti. Sehingga keluaran-keluaran tersebut bisa bermanfaat bagi negara suatu
saat nanti.
No comments:
Post a Comment