Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan
pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Belanda dengan nama Realistic
Mathematics Education (RME) yang artinya pendidikan matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya
adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan
pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud
dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongkret yang dapat diamati atau
dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan
lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Menurut Hans Freudental matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian ketika siswa
melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses
matematisasi. Terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi
horisontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal berproses
dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses terjadi pada siswa
ketika ia dihadapkan pada problematika yang kehidupan / situasi nyata.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem
matematika itu sendiri; misalnya: penemuan strategi menyelesaiakn soal,
mengkaitkan hubungan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus/temuan
rumus.
Dalam Saragih (2007:44) proses pengembangan konsep dan
ide-ide matematika yang dimulai
dari dunia nyata oleh De Lange disebut
matematisasi konsep dan memiliki model skematis proses belajar seperti pada
Gambar di bawah ini:
|
Gambaran proses pengembangan konsep di atas tidak
mempunyai titik akhir, hal ini menunjukkan bahwa proses lebih penting dari
hasil akhir. Sedangkan titik awal proses menekankan pada konsepsi yang sudah
dikenal siswa, hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa setiap siswa memiliki
konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna
dalam proses belajar, ia dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi untuk
secara aktif membangun pengetahuan baru. Berkaitan dengan
proses pengembangan konsep matematika di atas, menurut Gravemeijer dalam
Saragih terdapat tiga prinsip utama dalam pendekatan matematika realistik
yaitu: (a) Guided Reinvention and
Progressive Mathematization (Penemuan terbimbing dan Bermatematika
secara Progressif), (b) Didactical
Phenomenology (Penomena Pembelajaran), dan (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri) (Saragih, 2007:45).
Karakteristik Pembelajaran
Metematika Realistik Sebagai
operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, PMR memiliki lima
karakteristik, yaitu: a) the use of context (menggunakan masalah kontekstual),
b) the use models (menggunakan berbagai model), c) student contributions
(kontribusi siswa), d) interactivity (interaktivitas) dan e) intertwining
(terintegrasi). Penjelasan secara singkat dari kelima karakteristik tersebut,
secara singkat adalah sebagai berikut.
a) Menggunakan masalah kontekstual.
Pembelajaran
matematika diawali dengan masalah kontekstual, sehingga memungkinkan siswa
menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara
langsung. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber
pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika.
Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya
masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. Masalah kontekstual dalam PMR
memiliki empat fungsi, yaitu:
(1) untuk membantu siswa menggunakan konsep
matematika,
(2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola
pikir siswa bermatematika,
(3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber
aplikasi matematika dan
(4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam
menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas).
b) Menggunakan
berbagai model.
Istilah model
berkaitan dengan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam
mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang
merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi
nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal.
c) Kontribusi
siswa.
Siswa diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang
dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah.
Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan
datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa
sangat diperhatikan dan dihargai.
d) Interaktif.
Interaksi antara
siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat
pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam PMR. Bentuk-bentuk
interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan
atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal
dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh
siswa.
e) Keterkaitan.
Struktur
dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit
pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran
yang lebih bermakna. Dalam tesis ini karakteristik ini tidak muncul.
Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas maka dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.
Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas maka dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.
Adapun sintak implementasi matematika
realistik Suharta dalam Kadir (2005:10) adalah
:
Aktivitas Guru
|
Aktivitas Siswa
|
Guru memberikan siswa masalah kontekstual.
|
Siswa secara sendiri atau kelompok kecil
mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal.
|
Guru merespon secara positif jawaban siswa.
Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling
efektif.
|
Siswa
memikirkan strategi yang efektif untuk memberikan jawaban
|
Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah
kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan
menggunakan pengalaman mereka.
|
Siswa secara sendiri-sendiri atau
berkelompok menyelesaikan masalah tersebut.
|
Guru mengelilingi siswa sambil memberikan
bantuan seperlunya.
|
Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis.
Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan.
|
Guru mengenalkan istilah konsep.
|
Siswa merumuskan bentuk matematika formal.
|
Guru memberikan tugas di rumah, yaitu
mengerjakan soal atau membuat masalah cerita serta jawabannya yang sesuai
dengan matematika formal.
|
Siswa mengerjakan tugas rumah dan
menyerahkannya kepada guru.
|
No comments:
Post a Comment